Revisi UU Kewarganegaraan Penting Dilakukan

18-08-2016 / BADAN LEGISLASI

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Subagyo mengharapkan munculnya usulan untuk merevisi Undang-undang No.12/2016 tentang Kewarganegaraan harus disikapi tidak dengan emosional, melainkan dengan elegan dan rasional.

 

Kasus dwi kewarganegaraan yang melibatkan Archandra Tahar dan paskibraka Gloria Natapraja Hamel merupakan cerminan lemahnya sistem administrasi kita. Bahkan mungkin saja tidak hanya dua orang tersebut, tetapi masih banyak warga negara Indonesia yang mempunyai dwi kewarganegaraan.

 

 “Oleh karena itu, revisi UU ini menjadi penting untuk segera dilakukan. Selain itu, untuk membandingkan sesuatu harus seimbang atau apple to apple. Misalnya ada WNI yang dibutuhkan negara karena mempunyai kapasitas, namun tidak diakui. Di sisi lain, ada WNA yang dinaturalisasi menjadi pemain sepakbola. Ini kan  masalah kecemburuan sosial aja, logika saya begitu,” ungkapnya di Jakarta, Kamis (18/8)

 

Pimpinan Baleg dari FPG ini menambahkan, ada putra bangsa terbaik yang ditarik kembali ke tanah air untuk ikut membangun bangsa dan negara, tapi itu dipersoalkan. Di sisi lain, Indonesia dengan 230 juta penduduk tetapi masih menaturalisasi pemain-pemain asing menjadi WNI. “Pertanyaannya, dimana rasa keadilannya,” ungkapnya.

 

Saat ditanyakan apakah revisi UU tersebut bisa masuk prolegnas 2016, Firman menegaskan, kalau ini menjadi salah satu yang urgen, tentunya harus masuk. Problemnya adalah ketika nanti ada usulan tambahan seperti ini, namun di komisi sudah membahas RUU sesuai dengan DIPA yang ditetapkan pemerintah, maka yang akan  menjadi persoalan adalah harus dibahas di Baleg atau Pansus.

 

Ketika dikonfirmasi bahwa setidaknya ada 44 negara yang telah menerapkan kebijakan dwi kewarganegaraan, Firman menegaskan bahwa banyak aspek yang menjadi perhatian dalam penyusunan UU agar tidak bertentangan dengan asas konstitusi.

 

“Kita harus betul-betul mengedepankan kepentingan nasional. Tidak boleh juga karena di luar negeri menerapkan dwi kewarganegaraan kemudian kita ikut. Setiap bangsa berbeda karakteristik dan tata kelola pemerintahannya, yang terpenting kita melihat apakah bertentangan dengan asas konstitusi atau tidak” ia menambahkan. (ann,mp) foto : Jaka/mr.

BERITA TERKAIT
Peringatan Legislator Soal IUP untuk Ormas: Tambang Bukan Sekadar Soal Untung
30-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Edison Sitorus, menyoroti revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba)...
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...